Pages

PopCash

Clicksor Ads

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 15 Juni 2014

MODUL KOROSI

MODUL KOROSI

A.    Prinsip Dasar Korosi
Korosi merupakan interaksi bahan (biasanya logam) dengan lingkungannya yang mengahsilkan kerusakan pada material dan lingkungan (Groysman, 2010). Korosi juga didefinisikan sebagai kerusakan yang terjadi akbiat reaksi logam dengan lingkungannya.
Reaksi korosi menghasilkan oksida logam, sulfida logam dan hasil reaksi lainnya. Pada proses korosi, reaksi yang berpengaruh adalah reaksi elektrokimia. Korosi elektrokimia biasanya terjadi pada lingkungan yang basah, pada temperatur yang relatif rendah, dengan berbagai bentuk korosi yang mengikuti mekanisme elektrokimia yaitu reaksi oksidasi (anodik) dan reaksi reduksi (katodik) (Fontana, 1986).
Gambar 2.1. Reaksi Korosi
(Sumber: images.google.co.id)
Reaksi oksidasi merupakan perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom (gugus) melepaskan elektron, bersamaan itu pula atom atau kelompok atom akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Demikian pula sebaliknya reaksi  reduksi adalah perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom menerima atau menangkap elektron (Chem-is-try, diakses tanggal 15 februari 2014 pukul 14.22 WIB).
Proses korosi tidak akan terjadi hanya jika 4 komponen dasar terjadinya korosi terpenuhi, komponen tersebut adalah (Trethewey: 1995):
1.      Anoda, merupakan bagian dari logam yang berfungsi sebagai elektroda, dimana terjadi reaksi anodik. Reaksi anodik dapat menghasilkan elektron. Contoh dari reaksi anoda:
Fe              Fe2+ + 2e
2.      Katoda, merupakan elektroda yang mengalami peristiwa katodik yang mengkonsumsi elektron hasil dari reaksi anodik. Contoh reaksi yang terjadi adalah:
Cl2 + 2e           2Cl-
3.      Penghantar listrik, dimana di antara katoda dan anoda harus terdapat kontak listrik agar arus dalam sel korosi dapat mengalir.
4.      Elektrolit, merupakan sebuah media yang bersifat menghantarkan arus listrik seperti air dan tanah.
Contoh dari proses korosi yang paling sering terjadi adalah pada pipa penyalur minyak dan gas yang menggunakan material logam baja paduan di lingkungan air laut sebagai berikut:
Anoda  : Fe                                 Fe2+ + 2e
Katoda : H2O + 2e + 1/2 O2            2OH-
Redoks : 2Fe(s) + 2H2O + O2       2Fe2+ + 4OH-
Rekasi di atas menunjukkan bahwa reaksi yang terjadi pada anoda adalah peristiwa lepasnya ion-ion Fe dan elektron pada logam Fe yang mengalami oksidasi. Pada katoda terjadi reaksi reduksi dimana terjadi pelepasan ion-inon OH- yang menyebabkan lingkungan menjadi basa atau netral. Ion OH- ini berasal dari reduksi oksigen.
B.     Jenis-Jenis Korosi
Korosi memiliki berbagai macam jenis, dan setiap jenis korosi memilki karakteristik masing-masing. Menurut Fontana dalam Corrosion Engineering (1986), korosi dibagi menjadi 15 jenis yaitu:
1.      Korosi Galvanis
Merupakan korosi yang terjadi akibat dua logam yang tak sejenis tergandeng membentuk sebuah sel korosi yang sederhana akibat perbedaan elektroda potensial yang ada di bahan itu sendiri.
2.      Korosi Batas Butir/Intragranuler
Korosi intragranuler terjadi karena stainless steel sebagai alloy yang terdiri dari Fe, Cr, Mn, Ni ditinggalkan Cr menuju ke batas butir karena pemanasan yang terjadi pada temperatur 800-900C. Cr tidak akan meninggalkan alloy pada temperatur di atas 1100C.
3.      Korosi Biologis/Mikrobiologi
Korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti plankton dan lain-lain.
4.      Korosi Jarum (Pitting)/Sumuran
Korosi yang diakibatkan oleh lingkungan yang banyak mengandung Cl seperti air laut.
5.      Korosi Celah
Korosi yang disebabkan oleh adanya celah sekitar sambungan dua logam akibat beberapa korosi yang mendahului seperti korosi erosi, korosi cavitasi sehingga lingkungan sekitar kekurangan oksigen dan mengakibatkan korosi ini bersinergi dengan korosi lain.
6.      Korosi Cavitasi
Korosi yang disebabkan oleh kesadahan air yang mengalir sehingga terbentuk gelembung-gelembung udara yang pecah saat mengalir sehingga terjadi cacat pada logam yang diawali dari pecahnya gelembung.
7.      Korosi Uniform/Seragam
Korosi yang disebabkan oleh lingkungan yang korosif.
8.      Korosi Hydrogen
Korosi yang diakibatkan oleh pebnetrasi hidrogen ke dalam logam, biasanya terjadi pada bejana produksi steam atau pada bejana produksi boiler dimana uap air terurai menjadi hidrogen dan oksigen pada saat terjadi “over heated”.
9.      Korosi Temperatur Tinggi
Korosi yang diakibatkan temperatur kerja logam yang sangat tinggi sehingga logam mengalami perubahan bentuk, dimulai dengan melebarnya pori antar partikel penyusun logam, kemudian terjadi rengkahan-rengkahan antar partikel dan akibatnya pori-pori akan semakin melebar dan memudahkan masuknya atom-atom pengkorosif.
10.  Korosi Tegangan
Korosi ini terjadi pada logam yang mengalami tegangan lewat dari batas kemampuan tegangan yang diterima.
11.  Korosi Sinergi Tegangan dan Temperatur Tinggi
Korosi ini terjadi akibat bersinerginya tegangan dan temperatur tinggi berakibat pada laju korosi yang semakin cepat.
12.  Korosi Frettling
Korosi yang diakibatkan oleh moment putar dari benda kerja yang berputar dengan rpm tinggi, seperti pada bantalan bearing.
13.  Korosi Radiasi
Korosi ini diakibatkan oleh bahan bejana penampung bahan nuklir yang mempunyai kekhususan menegeluarkan sinar radiasi dengan aktivitas tertentu, maka bahan tersebut mempunyai rapat massa yang tinggi agar bisa membendung sinar radiasi dari bahan yang ditampungnya.
14.  Korosi Erosi
Korosi yang terjadi akibat terjadinya friksi/gesekan dari bahan dengan fluida yang melewati, karena berjalan secara continue lambat laun dan perlahan-lahan bahan tersebut mengalami korosi erosi.
15.  Korosi Fatigue
Korosi yang diakibatkan oleh kelelahan suatu bahan menahan beban puntir dari suatu benda kerja yang mengalami moment putar tinggi.
C.    Faktor Yang Mempengaruhi Laju Korosi
Laju korosi yang terjadi pada lingkungan netral, normalnya adalah 1 mpy atau kurang. Permasalahan korosi biasanya terjadi diakibatkan oleh adanya interaksi logam dengan air, akan tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi, di antaranya (ASM, 2003):
1.      Faktor Kandungan Gas dan Padatan Terlarut
a.       Oksigen (O2)
Adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal akan bertambah dengan meningkatnya kadar oksigen. Kelarutan oksigen dalam air merupakan fungsi dari tekanan, temperatur dan kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm dan suhu kamar, kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya akan berkurang dengan bertambahnya temperatur dan konsentrasi garam.
b.      Karbondioksida (CO2)
Adanya karbondioksida yang terlarut dalam air maka akan terbentuk asam karbonat (H2CO2) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan korosifitas.
c.       Klorida (Cl)
Klorida menyerang lapisan mild steel  pada stainless steel. Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrotion, dan juga menyebabkan pecahnya paduan.klorida biasanya ditemukan dalam campuran minyak-air dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivitas larutan garam, dimana larutan garam yang lebih konduktif, laju korosinya juga akan lebih tinggi.
d.      Karbonat (CO3)
Kalsium karbonat sering digunakan dalam pengontrol korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung permukaan logam, tetapi dalam produksi minyak hal ini sering menimbulkan masalah scale.
e.       Sulfat (SO4)
Ion sulfat ini biasanya terdapat dalam minyak. Dalam air, ion sulfat juga ditemuka dalam konsentrasi yang cukup tinggi dan bersifat kontaminan, dan oleh bakteri SRB sulfat diubah menjadi sufida yang bersifat korosif.
2.      Faktor Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun kenyataannya kelarutan oksigen akan berkurang seiring bertambahnya temperatur. Apabila metal dalam temperatur yang tidak uniform, maka akan besar kemungkinan terbentuk korosi. Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang lebih tinggi dibandingkan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi reaksi kimia akan meningkat.
3.      Seleksi Material
Pemilihan material merupakan faktor yang cukup mempengaruhi terjadinya proses korosi pada suatu struktur. Dengan pemilihan material yang tepat maka kita dapat menatralisir dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh korosi pada suatu struktur.
4.      Faktor pH atau Derajat Keasaman
pH dalam proses korosi sangat berpengaruh untuk terjadi apa tidaknya proses korosi. Besarnya pH biasanya dinyatakan dalam angka berkisar 0-14. Jika pH berkisaran antara 0-7 maka lingkungan bersifat asam , sedangkan jika pH berkisar antara 7-14 maka lingkungan bersifat basa. Lingkungan dinyatakan netral jika pH = 7. Seperti kita ketahui dengan menurunnya nilai pH, maka keasman akan menigkat, ini tentunya akan meningkatkan laju korosi.
5.      Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria
Jenis bakteri yang dapat dijadikan penyebab korosi adalah bakteri yang meghasilkan asam sebagai hasil metabolismenya yang dapat menimbulkan terbentuknya asam sulfida yang dapat meningkatkan reaksi oksidasi logam pada anoda. Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas H2S yang mana jika gas ini terbentuk dan kontak dengan besi maka akan menyebabkan korosi.
D.    Mengukur Laju Korosi
Untuk mengukur laju korosi terdapat dua metode yang digunakan untuk menghitungnya, kedua metode tersebut adalah dengan menggunakan metode kehilangan berat (weight loss) dan metode polarisasi.
1.      Metode Kehilangan Berat (Weight Loss)
Dalam penelitian ini pengukuran laju korosi yang digunakan ialah metode kehilangan berat. Metode kehilangan berat adalah metode pengukuran laju korosi yang paling banyak digunakan. Sampel ditempatkan di dalam sistem dan dibiarkan untuk terkorosi. Setelah itu dihitung laju korosnya melalui kehilangan berat yang terjadi pada sampel.
Bentuk dan dimensi sampel yang akan diuji dapat bervariasi sesuai persyaratan pengujian. Persamaan untuk menghitung laju korosi dapat ditulis sebagai berikut.
Laju korosi = .............................................. (2.1)
K = konstanta laju korosi (3,45 x 106) (mpy)
W  = kehilangan berat sampel (gr)
D  = berat jenis sampel (gr/cm3)
A  = luas permukaan sampel (cm2)
T   = variasi waktu pencelupan (jam)
Tabel 2.1 Konstanta pada Satuan Laju Korosi
Satuan Laju Korosi
Konstanta (K)
mils per year (mpy)
3,45 x 106
inches per year (ipy)
3,45 x 103
inches per month (ipm)
2,87 x 102
milimeters per year (mm/y)
8,76 x 107
micrometers per year (µm/y)
8,76 x 104
picometers per second (pm/s)
2,78 x 106
grams per square meter per hour (g/m2h)
1,00 x 104 x DA
miligrams per square decimeter per day (mdd)
2,40 x 106 x DA
micrograms per square meter per second (µg/m2s)
2,78 x 106 x DA

2.      Metode Polarisasi
Polarisasi merupakan penyimpangan potensial elektrode (E) dari keadaan seimbang yang disebabkan karena kecepatan reaksi bersih permukaan untuk reaksi setengah sel (Denny, 1992).
Tafel plots atau bagian linear dari polarisasi logcurrent anodik atau katodik dan plot potensial di ekstrapolasi memotong garis potensial korosi. Laju korosi yang rendah secara umum dapat diukur dengan cepat. Laju korosi biasanya ditentukan dengan keseimbangan antara reaksi elektrokimia yang berlawanan. Reaksi anodik merupakan peristiwa logam teroksidasi dan melepaskan elektron dan reaksi katodik merupakan peristiwa di mana larutan (umumnya O2 atau H+) mengalami reduksi, memindahkan elektron dari logam.
Ketika kedua reaksi ini berada dalam kesetimbangan, aliran elektron dari setiap reaksi akan seimbang dan tidak ada aliran elektron (arus listrik) terukur, logaritma dari arus terbentuk. Teori mengenai arus anodik-katodik dijelaskan dengan garis lurus. Kurva garis merupakan total arus penjumlahan dari arus anodik dan katodik.
Potensial logam didapatkan di mana reaksi anodik dan katodik seimbang. Kesetimbangan potensial didapatkan akibat hubungan listrik terhadap logam (pengukuran Ecorr). Penjumlahan arus anodik dan katodik pada Ecorr merupakan arus korosi (Icorr). Namun Icorr tidak dapat diukur secara langsung sehingga diperlukan teknik elektrokimia. Hal tersebut juga berlaku pada penentuan laju korosi (corrotion rate).
E.     Perlindungan Terhadap Korosi
Perkembangan jaman mengakibatkan teknologi untuk mencegah dan melindungi logam dari bahaya korosi yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar semakin berkembang. Pemilihan penggunaan metode perlindungan korosi harus disesuaikan dengan material, cara kerja material,  dan jenis korosi yang terjadi pada material tersebut.
Berikut adalah beberapa cara untuk melindungi logam dari korosi:
1.      Proteksi Katodik
Proteksi katodik merupakan pemberian arus searah (DC) dari sumber tegangan eksternal untuk melindungi sistem dari korosi. Beberapa metode proteksi katodik antara lain (Denny, 1992):
a.       Anoda Korban (Sacrifice Anode)
Metode ini menggunakan prinsip galvanik, dimana suatu logam yang akan dilindungi dihubungkan secara elektrik dengan logam yang bersifat anodik (lebih negatif dari logam yang dilindungi) sesuai dengan deret galvanik.
b.      Arus Tanding (Impressed Current)
Metode arus tanding diaplikasikan dengan memberikan arus listrik searah dari sumber tegangan luar, untuk meliindungi suatu struktur logam yang saling berdekatan. Pada prinsipnya metode ini dialkukan dengan memberikan suplai elektron kepada struktur yang diproteksi secara katodik agar tidak terjadi kebocoran elektron. Proses ini menggunakan penyearah (rectifier) degan kutub negatif dihubungkan ke logam yang akan dilindungi dan kutub positif dihubungkan ke anoda.
2.      Lapisan Pelindung
Coating adalah proses pelapisan permukaan logam dengan cairan atau serbuk, yang akan melekat secara kontinu pada logam yang akan dilindungi, setelah proses solidifikasi. Adanya lapisan pada permukaan logam akan meminimalkan kontak logam dengan lingkungannya, yang kemudian akan mencegah proses korosi pada logam (Denny, 1992). Pelapisan yang paling umum digunakan adalah dengan cat. Cat yang digunakan biasanya merupakan bahan organik yang tidak dapat larut yang disebut dengan pigmen, dengan partikel pengangkut cair. Pigmen biasanya terdiri dari logam oksida TiO2, PbO3, Fe2O3, dan lainnya. Sementara zat pengangkutnya biasanya dari minyak nabati yang jika mengalami kontak dengan udara akan teroksidasi dan terpolimerisasi menjadi zat padat.
3.      Inhibitor
Inhibitor merupakan zat yang ditambahkan dalam jumlah relatif kecil (10-80ppm) ke dalam lingkungan yang korosif sehingga mengubah lingkungan dan menurunkan laju korosinya. Inhibitor memiliki beberapa mekanisme kerja secara umum yaitu:
a.       Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam dan membentuk lapisan tipis yang tak kasat mata namun dapat menghambat penyerangan korosi terhadap logam.
b.      Melalui pengaruh lingkungan (seperti pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap korosi.
c.       Inhibitor lebih dahulu mengkorosi logamnya dan mengahsilkan zat kimia lalu membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan.
d.      Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.
Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi akibat penambahan inhibitor. Persamaannya adalah sebagai berikut (Denny, 1992):
Efisiensi Inhibitor =  x 100%................................... (2.2)
XA     = laju korosi pada wadah tanpa inhibitor
XB     = laju korosi pada wadah dengan penambahan inhibitor
Secara garis besar jenis-jenis inhibitor korosi dibagi berdasarkan mekanisme inhibisinya, yaitu sebagai berikut (Roberge, 2000):
a.       Inhibitor Anodik
Seperti namanya anodik inhibitor bekerja dengan menghambat terjadinya reaksi anodik. Inhibitor jenis ini bekerja dengan mengubah sifat permukaan logam menjadi pasif. Terdapat dua jenis inhibitor anodik yaitu (Roberge, 2000):
1)      Oxidizing ion, inhibitor jenis ini adalah inhibitor berbasis nitrat, kromat dan nitrit yang dapat membuat lapisan pasif di permukaan.
2)      Non-Oxidizing ion seperti phospat, tungsten, dan molybdate yang membutuhkan keberadaan oksigen agar dapat membuat lapisan pasif di permukaan baja.
Inhibitor jenis ini biasanya digunakan pada apalikasi recirculation cooling system, rectrifier dan cooling tower. Kelemahan dari jenis inhibitor ini adalah jumlah inhibitor yang terkandung dalam larutan harus terkontrol dengan baik. Sebab jika kandungannya menurun dari batas akan membuat laju korosi semakin cepat. Inhibitor jenis ini akan membuat potensial menjadi lebih positif.
b.      Inhibitor Katodik
Inhibitor jenis ini adalah inhibitor yang bekerja dengan cara memperlambat laju korosi melalui proses katodik. Salah satunya adalah dengan cara presipitasi di permukaan material agar menghasilkam tahanan dan impedansi di permukaan katoda, atau dengan cara memperkecil difusi zat yang akan tereduksi. Inhibitor katodik terbagi atas beberapa jenis menurut mekanisme inhibisinya yaitu (Roberge, 2000):
1)      Presipitasi katodik, ion-ion kalsium, seng, magnesium mengendap membentuk oksida yang merupakan lapisan pelindung pada logam, sebagai contoh: garam-garam logam transisi akan mengendap sebagai hidroksidanya pada pH tinggi, zat yang lazim digunakan adalah ZnSO4 yang terhidrolisis. pH larutan harus dibuat tetap tinggi mengingat harus menetralisir asam yang terbentuk.
2)      Racun katodik, menghambat reaksi evolusi hidrogen atau reaksi pada katoda. Contoh, campuran arsenik dan antimony. Pada pembentukan gas hidrogen, reaksi diawali yang teradsorpsi pada permukaan katoda. Inhibitor berperan menghambat kedua tahap reaksi terutama reaksi pertama, dengan cara menurunkan tegangan lebih katodiknya. Yang penting adalah bila inhibitornya hanya menghambat reaksi kedua, maka terjadi penumpukan atom hidrogen pada permukaan katoda. Atom tersebut terpenetrasi ke dalam kisi logam dan mengakibatkan kerapuhan akibat hidrogen. Senyawa arsenat, bismutat dan antimonat dapat digunakan melalui reaksi tertentu (misal reaksi kondensasi), tereduksi menghasilkan produk yang mengendap pada katoda. Biasanya reaksi tersebut berlangsung pada pH relatif rendah.
3)      Penangkap oksigen, menghambat korosi dengan mencegah reaksi reduksi oksigen, kerjanya mengikat oksigen terlarut. Biasanya digunakan pada temperatur kamar, Na2SO3.
Inhibitor katodik akan membuat potensial menjadi lebih negatif.
c.       Inhibitor Organik
Inhibitor organik memiliki keunikan karena pada inhibitor jenis ini efek anodik dan katodik juga sering muncul. Inhibtor jenis ini melindungi logam dengan cara membentuk lapisan tipis (film) yang bersifat hidrofobik sebagai hasil adsorpsi ion inhibitor oleh permukaan logam dengan elektrolitnya, sehingga reaksi reduksi dan oksidasi pada proses korosi terhambat. Contoh dari inhibitor organik ini adalah gugus kimia yang bisa membentuk ikatan co-ordinates dengan logam seperti amino (-NH2), carboxyl (-COOH), dan phosphonate (-PO3H2). Reaksi adsorpsi pada pembentukan lapisan dipengaruhi oleh panas dan tekanan. Inhibitor organik akan teradsorbsi sesuai muatan ion-ion inhibitor dan muatan permukaan. Kekuatan dari ikatan adsorpsi merupakan faktor penting bagi inhibitor dalam menghambat korosi.
Pada jenis inhibitor organik, proses adsorpsi pada permukaan logam untuk membentuk lapisan senyawa kompleks. Namun dalam adsorbsi terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu (Revie, 2000):
1)      Physical Adsorption
Mekanisme ini terbentuk dari hasil interaksi elektrostatik antara inhibitor dengan permukaan logam. Logam yang diberi muatan positif akan mengikat inhibitor dengan muatan negatif. Begitu juga dengan sebaliknya. Ikatan ini terbentuk dengan cepat dan bersifat bolak-balik namun mudah hilang atau rusak dari permukaan logam.
2)      Chemisorption
Mekanisme ini terbentuk dari transfer atau membagi muatan antara molekul dari inhibitor dengan permukaan logam. Jenis adsorpsi ini sangat efektif karena sifatnya tidak bolak-balik namun dalam pembentukannya berjalan lebih lambat.
3)      Film Forming
Mekanisme jenis ini dipengaruhi oleh struktur inhibitor, komposisi larutan sebagai media elektrolit, sifat bawaan dari logam, dan potensial elektrokimia pada lapisan antar muka logam-larutan. Adsorpsi inhibitor organik biasanya melibatkan minimal dua dari jenis adsorpsi di atas yang berjalan simultan. Sebagai contoh, adsorpsi inhibitor organik pada logam di lingkungan HCl adalah kombinasi chemisorptions-physical adsorpstion yang memberikan perlindungan fisik dan kimiawi.
d.      Inhibitor Presipitasi
Inhibitor jenis ini adalah inhibitor yang memiliki sifat dapat membentuk presipitat pada permukaan logam. Contoh dari jenis inhibitor ini adalah silika dan fosfat. Contoh lain dari proses inhibitor presipitasi ini adalah pada lingkungan hard water yaitu keadaan di mana banyak terkandung ion kalsium dan magnesium yang bisa menghambat laju korosi akibat kalsium yang mengendap membentuk presipitat di permukaan logam (Roberge, 2000). Inhibitor jenis ini terkadang membutuhkan oksigen untuk mendapat reaksi inhibisi yang baik.
e.       Inhibitor Mudah Menguap (Vollatile Corrotion Inhibitors)
Inhibitor jenis ini bekerja pada ruangan tertutup dengan cara meniupkannya dari tempatnya diuapkan menuju ke lingkungan yang korosif. Inhibitor ini setelah menyentuh permukaan logam yang akan dilindungi lalu terkondensasi menjadi garamnya dan memberikan ion yang bisa elindungi logam dari korosi. Kemampuan dan efektifitas dari inhibitor jenis ini tergantung dari kemampuan menguap uapnya tinggi. Namun untuk perlindungan yang lebih lambat namun untuk jangka panjang dibutuhkan inhibitor yang kemampuan uapnya rendah (Roberge, 2000).
4.      Pemilihan Material yang Tepat

Prinsip dasar metode pemilihan material adalah memilih material sesuai dengan kondisi lingkungan di mana material tersebut akan diaplikasikan. Metode ini erat kaitannya dengan potensial galvanik dari logam yang digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Support Us

Featured

This is default featured slide 1 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 2 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 3 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 4 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net

This is default featured slide 5 title

Easy to customize it, from your blogger dashboard, not needed to know the codes etc. Video tutorial is available, also a support forum which will help to install template correctly. By DeluxeTemplates.net